Senin, 15 November 2010

0 ulas mendalam "The Lost Symbol"



Kami akhirnya tergoda juga untuk menuliskan sebuah tinjauan sederhana dari karya terjemahan terbaru Dan Brown, The Lost Symbol, setelah (sekali lagi) mengagumi karya cemerlang sang penulis The Da Vinci Code tersebut –  terlepas dari fiksi kontroversialnya yang telah menjadi ciri khas di setiap karya-karyanya –. Kali ini, The Lost Symbol juga menawarkan beragam kontroversi yang dikembangkan melalui imajinasi Dan Brown dengan berfokus pada pemecahan rahasia-rahasia kuno yang terpendam di Washington DC, Ibukota Amerika Serikat, dengan tokoh sentral tetap disematkan pada seorang Robert Langdon..


Rahasia-rahasia tersebut jika diurai berawal dari utopia para pemimpin pendahulu bangsa Amerika yang konon sebagian besarnya (termasuk George Washington, Ben Franklin dan Pierre L’Enfant) tergabung dalam ordo eksklusif freemasons yang berkeinginan membangun ibukota negara mereka dengan konsep yang serupa dengan Kota Roma di zaman Romawi Kuno, dan bahakan melebihi dari itu, mencita-citakan sebuah tempat/pusat pencerahan holistik, atau dalam novel ini disebut sebagai sebuah pendekatan at-one-ment, penyatuan (The Lost Symbol, hal. 96) terhadap umat manusia melalui konsep entanglement theory (bentuk kesatuan universal) di mana segala bentuk filosofi keyakinan tumbuh menjadi satu di ibukota Negara Amerika tersebut, Washington DC. 
‘Greget’ yang mungkin ingin di tampilkan oleh Dan Brown di novelnya kali ini adalah penonjolan simbol-simbol kuno dan astrologi, simbol-simbol keagamaan dan filsafat, penggunaan konsep-konsep alkimia klasik, hingga penggunaan unsur enskripsi dokumen portal dunia maya (internet)  yang disinergikan dengan deskripsi detil dari tempat-tempat bersejarah di Washington DC., dan sekali lagi dengan racikan narasi cerita fiksi yang  kontroversi namun menawan.
Ketegangan Spontan, Narasi Paralel dan Fenomena Jaring Laba-Laba
..........
Kali ini petualangan Robert Langdon dimulai dari undangan misterius seseorang yang mengaku asisten Peter Solomon, ketua Dewan Smithsonian, Pemimpin Ordo Freemasons, sahabat dekat Langdon untuk memberikan ceramah ilmiah di Gedung US Capitol, tepatnya di National Statuary Hall yang dahulu berfungsi sebagai ruang asli House of Representatives. Namun keterkejutan pun terjadi, ceramah ilmiah yang seharusnya ada ternyata merupakan sebuah rekayasa dari seorang peneror yang kemudian meninggalkan pesan yang “menghebohkan” di Rotunda (salah satu bagian ruangan di US Capitol)  bagi para turis, pengunjung, petugas keamanan, Robert Langdon hingga agen-agen CIA.

Kehebohan itu diinterpretasikan oleh Langdon sebagai undangan “Tangan Misteri” dengan versi yang cukup sadis. Dari kehebohan ini terungkap bahwa pada saat yang bersamaan, Peter Solomon, sahabat Langdon telah diculik dan menjadi tawanan seseorang yang belakangan diketahui dengan berbagai macam alias, dialah Mal’akh, tokoh antagonis yang muncul dengan segala kemisteriusannya, yang juga menjadi “kejutan yang tidak disangka-sangka” di ending cerita novel ini. Mal’akh menyekap Peter Solomon, dengan ancaman akan dibunuh jika Langdon tidak berhasil memecahkan misteri piramida mason yang terletak di salah satu bagian di gedung Capitol, dengan puncak dan kubusnya berada di tangan Langdon.    
Di tempat lain, tepatnya di Gedung Smithsonian Museum Support Center (SMSC), saudara perempuan Peter, yakni Katherin Solomon juga terancam jiwanya. Hal ini terkait dengan riset ilmiah yang dikembangkannya di bidang ilmu Neotic yang dilakukan di laboratorium ekslusifnya di SMSC.

Masih di bagian awal cerita, dan ketegangan pun berlanjut dengan ikut campurnya pemimpin Office of Security (OS) CIA dalam masalah penculikan ini, dengan dalih  “Keamanan Nasional. Tidak sampai di situ saja, reaksi para pengikut setia Mason yang kesemuanya muncul juga secara tiba-tiba dan misterius... memunculkan kesan dan misteri “siapa kawan-dan-lawan” Mamancing rasa penasaran setiap pembaca novel ini untuk mengetahui kisah selanjutnya.
Sehingga pada bagian awal ini semua masalah yang melatar belakangi isi cerita di novel ini pun tergelar komplit, mulai dari penculikan Peter Solomon, percobaan pembunuhan terhadap Katherin Solomon, teka-teki symbologi yang ada pada Piramida ordo Mason, isu ‘Keamanan Nasional” yang ternyata bukan isapan jempol, dan pengungkapan identitas sang penculik Peter, Mal’akh, serta motif yang melatarbelakangi usaha penculikan tersebut. Rangkaian permasalahan ini kemudian diurai dengan cerita yang tersaji secara paralel, terkait satu dengan lainnya.
..........
Dan itupun yang kami rasakan ketika membaca bab-bab awal novel ini, rangkaian ceritanya cukup menarik, dipaparkan dengan narasi paralel, yang bercirikan cerita yang berselang seling konteks waktu dan tempatnya di tiap bab yang ada, dengan plot dan klimaks yang naik-turun. Namun secara cerdas, diramu oleh penulisnya sehingga menjadi jalinan cerita yang akan bertemu dalam simpul-simpul yang lebih sederhana dan terhubung secara kausal antara cerita yang satu dengan yang lainnya. Inilah kejeniusan seorang Dan Brown, membuat cerita setebal 705 halaman dengan minat pembaca untuk membaca tiap detil cerita dengan rasa ingin tahu yang tidak berkurang dan tidak membosankan, sebuah efek cerita berstruktur jaring laba-laba, yang saling terkait satu dengan lainnya, “menuntut” pembacanya untuk menelusuri tiap detil cerita yang ada, mengikuti alur, plot dan klimaks yang kadang-kadang muncul dengan tiba-tiba, dan kesemuanya itu diperlukan untuk mengetahui bentuk utuh cerita dan tema yang terkandung di dalamnya.
Kekuatan fiksi novel ini tidak hanya berada pada plot yang bermozaik, namun juga isi cerita yang kaya, mengundang pembacanya untuk menebak isi cerita yang ada.  Sensasi keterkejutan yang kadang-kadang timbul di alur ceritanya membawa warna tersendiri, sangat metaforis, simbolis dan menawarkan kemungkinan timbulnya beragam interpretasi subyektif dari pembacanya.
Jejak-Jejak Kritik Berbalut Kontroversial
Sepertinya tidak ada novel yang ditulis oleh Dan Brown yang tidak meninggalkan jejak-jejak kontroversial. Hal tersebut juga ditemukan dalam The Lost Symbol. Kali ini, Dan Brown kembali menyoroti kegiatan ekslusive ordo freemasons terutama di Amerika Serikat, dengan kegiatan ritual yang sedikit ekstrim, sulit dicerna sebagai sebuah entitas kepercayaan yang membawa pencerahan, walaupun secara eksplisit tampak pula jika Dan Brown “sedikit ragu” dengan tidak berani secara tegas bersikap mengkritiknya sebagai sempalan ordo yang sesat ataupun sebaliknya, mendukungnya sebagai sebuah kepercayaan baru. Hal ini terbukti dengan “tidak diposisikannya” Langdon sebagai anggota resmi ordo freemasons, namun secara “beruntung” mendapatkan previlage story (dalam novel) berupa akses penuh terhadap portal paling rahasia di ordo tersebut, piramida mason. Cara ini cukup cerdas, dan juga cukup”aman” untuk menempatkan obyektifitas penulis agar terjaga dan berimbang serta memberikan keleluasaan untuk mengkritik melalui peran yang dimainkan oleh tokoh utama yang ada dalam cerita.
Namun sayangnya di bagian lain novel ini, Dan Brown sendiri secara “bergurau” memasukkan analogi sederhana sebagai berikut :
.........
“Apakah kalian menganggap Coca-Cola perkumpulan rahasia?”
“Tentu saja tidak,” jawab mahasiswa itu.
“Nah, bagaimana jika kau mengetuk pintu kantor pusatnya dan meminta resep klasik Coke?”“Mereka tidak akan memberitahumu.” “Tepat sekali. Untuk mengetahui rahasia terdalam Coca-Cola, kau harus bergabung dengan perusahaan itu, bekerja bertahun-tahun, membuktikan kalau kau bisa dipercaya, dan pada akhirnya naik sampai ke eselon atas perusahaan. Di sana mereka mungkin akan membagikan informasi itu kepadamu. Lalu kau akan disumpah untuk merahasiakannya.”
“Jadi, anda mengatakan Freemasonry menyerupai perusahaan ?” “Hanya sejauh mereka punya hierarki yang ketat dan memperlakukan kerahasiaan dengan serius.”
..........
(The Lost Symbol, hal. 59)
Hmm... mungkin sebuah blunder yang tidak perlu, menurut kami.
Kali ini kontroversi The Lost Symbol juga mengkritisi realita terkini ritualitas agama-agama modern terutama di turunan ajaran Ibrani, yang cenderung berbalik arah dan menyimpang, bahkan lebih ekstrim,... kembali ke ajaran agama purba ! dengan pengaguman akan mistisitas yang berlebihan. Hal ini tampak melalui berbagai bentuk, mulai dari seni arsitektur bangunan, ritual penyembuhan diri secara fisik ataupun mental, pola-pola meditasi dengan merapalkan mantera yang jika ditelusuri secara etimologi bahasa dan dihubungkan dengan studi kepustakaan arkeologi, maka akan bermuara pada sebuah kenyataan bahwa hal tersebut berasal dari agama-agama besar purba zaman dahulu (kurang lebih 3.000 tahun yang lalu, semisal kepercayaan di zaman mesir kuno).

Sedikit penasaran ? ... bukalah google dan ketikkan frasa berikut, ‘Geroge washington zeus’ dan temukan bahwa seorang presiden sekaligus bapak bangsa sebuah negara adikuasa di zaman demokratis ini pun digambarkan melalui pencitraan sosok dewa zaman dahulu. (The Lost Symbol, hal. 135)
Kubah Hipotesis

Dalam The Last Symbol, Dan Brown agaknya sangat terinspirasi dengan konsep entanglement theory, sebuah gagasan penyatuan universal dari semua cabang keilmuan yang ada di semesta. Jika kita cukup cermat membaca pesan yang ingin disampaikan penulis melalui cerita yang ada maka kita akan menemukan bahwa konsep entanglement theory tidak mustahil ditemukan. Setidaknya ada dua riset ilmiah (secara realitas memang nyata) yang diangkat dalam novel ini yang diprediksikan akan membawa lompatan ke konsep inti entanglement theory. Kedua riset tersebut adalah riset tentang cabang keilmuan Noetic dan gagasan brilian metasistem.
Kedua ide riset ini memang imajinatif, namun karena dibawa dalam ranah fiksi maka bolehlah sang penulis berpendapat dengan bebas. Dan disinilah kekuatan fiksi, transformasi ide-ide imajinatif bisa disampaikan secara bebas, tanpa batasan rasionalitas yang ketat. Ide pertama tentang cabang keilmuan Noetic, sebuah riset yang masih esoteris, yang mengasumsikan bahwa pikiran manusia bisa secara harfiah mengubah dunia fisik (The Lost Symbol, hal. 93) karena pikiran manusia pun dapat dihitung, bahkan hingga massa kuantitatifnya sekalipun...!
Sedangkan ide riset yang kedua, metasistem, merupakan konsep yang dijelaskan sebagai penghimpunan medan-medan data dalam jumlah besar dan disimulasikan untuk keperluan-keperluan tertentu.
.........
“Pendahulu metasistem. Setelah peristiwa 11 September, pemerintah “menangkap” dan memeriksa medan-medan data yang sangat besar – surat-elektronik penduduk sipil, ponsel, faks, teks dan laman web – mengendus kata-kata kunci yang berhubungan dengan komunikasi teroris. Dari sana, saya mendapat ide (ed.) untuk membuat perangkat lunak yang memungkinkan pengukuran suhu Amerika.”
“Maaf?”
Trish tertawa “ ya, kedengarannya gila... dengan menggunakan medan data komunikasi-komunikasi nasional, seseorang bisa mengakses ‘suasana hati’ bangsa berdasarkan “densitas kemunculan” beberapa kata kunci tertentu dan indikator-indikator emosional dalam medan data. Saat-saat menyenagkan memiliki bahasa yang lebih menyenangkan, begitu juga sebaliknya di saat-saat penuh tekanan.”
...
“Perangkat lunak saya dirancang untuk membantu badan-badan pemerintah agar bisa mengevaluasi dengan lebih baik dan merespons dengan tepat krisis skala luas – penyakit pandemik, tragedi nasional, terorisme, hal-hal semacam itu”. Dia berhenti sejenak, “Tentu saja, selalu ada potensi penggunaannya ke arah lain... mungkin untuk memotret mind-set nasional dan memprediksi hasil pemilihan umum atau pergerakan saham saat pembukaan”.
..........
(The Lost Symbol, hal.111-120)

Dan kaitan keduanya dijelaskan dalam bagian berikut :
..........
“Bahwa pekerjaan metasistem anda pada dasarnya memungkinkan Anda menhitung bobot seluruh pantai berpasir... dengan menimbang butiran pasir satu per satu.”
“Ya, pada dasarnya itu benar.”
“Seperti yang anda ketahui, butiran pasir kecil itu punya massa. Massa yang sangat kecil, tapi bisa disebut massa juga.”
Trish mengangguk.
“Dan karena punya massa, butiran pasir ini mengeluarkan gravitasi, sekali lagi, terlalu kecil untuk dirasakan, tapi memang ada.”
“Benar.”
“Nah,” ujar Katherine, “Jika kita mengambil triliunan butiran pasir dan membiarkan mereka tarik menarik untuk membentuk... katakanlah bulan, gravitasi gabungan mereka akan cukup untuk menggerakkan seluruh lautan dan menarik dan menyurutkan air pasang di seluruh planet kita.”
...
“Jadi marilah kita bicara hipotesis, dengan mengembangkan ide itu selangkah lebih jauh. Apa yang terjadi jika banyak orang mulai memfokuskan diri pada pikiran yang sama ? semua kejadian pikiran yang sama itu mulai bergabung menjadi satu, dan bagaimana jika saya katakan bahwa pikiran... gagasan mungil apa pun yang tebentuk di dalam benak kita sesungguhnya punya massa ? dan massa kumulatif pikiran ini mulai bertambah. Dan karenanya gravitasinya bertambah.”
“Oke”
“Artinya... jika ada cukup banyak orang yang mulai memikirkan hal yang sama, daya gravitasi pikiran itu menjadi nyata.... dan mengeluarkan kekuatan yang sesungguhnya.” Katherine mengedipkan mata. “Dan hal itu bisa memiliki efek terukur di dalam dunia fisik kita.”
.........
(The Lost Symbol, hal 119-120)
Selanjutnya ...

Labirin Enigma

..........
Gading yang Retak

..........


Novel Dan Brown The Lost Symbol versi Indonesia kini telah hadir. Dengan format PDF yang tampil lebih rapih dan menarik untuk disimak. Novel ini adalah salah satu antrian novel yang paling di tunggu-tunggu oleh penggemarnya dan memiliki ketebalan halaman sekitar 700 halaman. Silahkan download ebook Dan Brown 

The Lost Symbol Versi Indonesia dengan mengklik alamat link ini : 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bukan Ariesta Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates